Mungkin kebanyakan kita pesimis dengan kepemimpinan saat ini. Yang tidak memiliki ketegasan. Namun, saya tetap optimis akan hadirnya sang pemimpin yang peduli dengan rakyat dan konsisten dengan janji-janji manis yang diucapkan. Yang bukan sekedar janji gunung emas. Dalam hasrat ingin memiliki pemimpin yang benar-benar pro rakyat. Jika demikian, akankah ada seorang yang berani menentang gejolak di negeri ini?
Kembali kita tinjau ulang yang dilakukan bangsa ini untuk menemukan sang pemimpin. Salah satunya yaitu Pilkada secara langsung, dari mulai pemimpin tertinggi sampai terendah dilakukan secara langsung atau dipilih oleh rakyat sendiri. Namun, apa yang terjadi?. Tidak memberikan dampak yang signifikan melainkan koruptor semakin menggurita.
Oleh karena itu, Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masa transisi demokrasi dan pembangunan politik diperlukan budaya politik masyarakat. Pemicu yang signifikan adalah penokohan pemimpin nasional atau pengangkatan tokoh-tokoh politik. Sebab mereka adalah indikator pembangunan perubahan yang sangat besar artinya ia akan mendapatkan beberapa komponen perubahan dalam segala bentuk manifestinya.
Tertarik dengan kepemimpinan Presiden Venezuella (Hugo Chavez). Sikap dan perilaku politknya mampu menggalang nasionalisme dan kesadaran politik masyarakat. Yang pokok pemikiran Chavez dipenuhi konsep sebuah Negara dengan kedaulatan rakyat sepenuhnya. Rakyatlah yang memegang hak asasi manusia sehingga otoritas tidak lagi dimiliki penuh oleh anggota parlemen. Artinya kekuasaan bukan lagi berpusat di Ibukota tapi pada tingkat dasar yaitu kecamatan. Hal ini sejalan dengan dasar dari demokrasi yaitu sistem yang diperintah oleh rakyat bukan otokrasi dan monarki.
Dalam pertumbuhannya dia diajari tentang seseorang manusia yang murni, kasih yang murni, kebaikan yang murni dan dibesarkan dengan iman yang teguh. Pengajaran atau pendidikan keluarga membuat dia menjadi pribadi yang peduli akan kemiskinan dan keadilan sosial. Pendidikan yang dia peroleh bersentuhan dengan rakyat Venezuella, hingga dia mengatakan “saya seperti ikan dalam air seperti saya menemukan esensi atau bagian dari kehidupan, yaitu panggilan sejati”. Sebuah panggilan yang memotifasi dirinya untuk memberikan diri. Yang saya maksud disini adalah panggilan sejati. Tidak karena politik yang salah, ketenaran dan kepentingannya. Pemimpin yang seperti inilah yang diharapkan di Indonesia.
Sang pemimpin pun mendongkrak setiap permasalahan yang dihadapi Venezuella khususnya para koruptor. Dia selalu berbeda haluan dengan para tokoh politikus. Berbeda haluan membuat dia dijuluki sang pemimpin sosialis. Akankah ada pemimpin yang seperti itu di Indonesia? Saya yakin ada. Kita adalah yang Tuhan persiapkan menjadi Sang pemimpin untuk Indonesia. Hanya saja kita tidak mendengar sang Pencipta. Telinga ketika tuli seolah-olah tidak mendengar dan terpanah dengan keegoisan, memanfaatkan kekuasaan menjadi kenikmatan.
Kedua, Pribadi yang takut akan sang Pencipta. Hal ini sangat ditegaskan diperlukan untuk pribadi sang pemimpin. Mendengar hal ini mungkin bertanya dalam hati, semua tokoh-tokoh politik di Negara ini memiliki agama otomatis dia takut akan Tuhan. Dengan tegas saya mengatakan belum tentu. Hal ini tidak bisa direkayasa. Namun terjadi secara natural. Pribadi yang takut akan Tuhan akan menyadari keberadaannya bahwa Indonesia adalah titipan sang Pencipta untuk dikelola dan diberdayakan dengan baik. Bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri dan memanfaatkan kekuasaan.
Ketiga, penglihatan Pribadi yang optimis, pengharapan dan Visioner. Chavez dalam kepemimpinannya memiliki optimis yang besar. Oleh karena itu, dia bisa mengatakan “saya seperti ikan dalam air seperti saya menemukan esensi atau bagian dari kehidupan, yaitu panggilan sejati”. Dibalik pernyataan itu dia memiliki penglihatan ke depan bahwa dia mampu membawa Venezuela dari keterpurukan. Kemampuan merencanakan bangsa ini bisa juga dikatakan sebagai pengharapan atau Visioner. Seorang pemimpin harus memiliki ini. Sehingga dia akan berjalan yang digerakkan oleh harapan atau visi.
Visi yang penulis maksud adalah visi yang tidak hanya dilamtumkan saat berkampanye. Bukan hanya melantumkan janji-janji manis. Sudah terlalu lama rakyat ini dilemakan dengan kebohongan. Saat berkampanye dengan lantangnya menyuarakan yang mengiurkan rakyat. Sehingga terbuai dengan lantuman sang politikus. Sebab rakyat kecenderungan melodramatika. Yang selalu mudah terprofokasi dan mudah percaya janji-janji manis. Lihat saja Chavez yang secara nyata menyatakan visi yang dia lantumkan. Yang melakukan kontak-kontak langsung kepada rakyatnya. Misalnya melakukan program radio khusus yang disebut Alo Presidente (Hello President) untuk menjawab pertanyaan dari rakyatnya secara langsung lewat telepon interaktif. Dan memberikan program TV Negara Venezuela. Bahkan rakyat bisa berkunjung ke istana presiden. Bisa dikatakan sebuah persahabatan antara pemimpin dan rakyat akan mempermudah untuk mengevaluasi setiap kinerja sang pemimpin. Sehingga perbedaan tidak ada lagi. Hak asasi manusia sama. Artinya tidak ada kasta. Yang miskin dan yang kaya. Semua sama-sama menuju kemerdekaan sejati dan memajukan bangsa.
Keempat, Pribadi yang berhikmat. Hikmat melebihi pengetahuan dan kecerdasan. Tidak ada hikmat maka pengetahuan akan sia-sia. Berpengetahuan tapi jikalau tidak ada hikmat kamu sama saja dengan botol kosong. Hikmat meliputi hikmat berbicara, hikmat bertindak/keputusan, hikmat diplomasi, hikmat untuk tegas dan hikmat kemarahan.
Kelima Cerdas. Mendengar kata cerdas jangan bayangkan latar belakang pendidikan. Kuliah di luar negeri belum tentu cerdas. Cerdas menurut penulis adalah mampu mengorganisir kemampuan kognitif, afektik dan psikomotorik.
Kognitif artinya kemampuan pengetahuan yang luas. Terkhusus bidang ketatanegaraan dan humaniora. Ketatanegaraan yaitu ilmu tentang suatu Negara. Sehingga dia juga harus memahami empat pilar yang dijunjung bangsa ini. Yaitu UUD1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan Bendera merah putih. Serta pemikiran-pemikiran yang bertujuan merangsang pertumbuhan ekonomi. Sebab, ia yang akan mensosialisasikan kepada rakyat. Kedua, humaniora artinya ilmu tentang masyarakat dan kesejarahan bangsa. Mengetahui sejarah bangsa ini akan menolong pemimpin dalam merencanakan Indonesia ke depan. Katakana saja Chavez yang belajar dari pemikiran politik abad ke-19 Amerika Selatan.
Oleh karena itu sangat disayangkan jika permasalahan negeri ini selalu korupsi. Sebab masalah ini dari pemerintahan Soeharto-SBY sudah ada. Dan permasalahan ini tidak kunjung selesai. Pemimpin tidak menemukan titik terang untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan seorang pemimpin mengetahui sejarah bangsa ini. Keenam, Pribadi keberanian Moral dan Fisik. Saat berhadapan dengan para politikus pemimpin harus berani membangun kritik keras jikalau hal itu tidak benar. Berani menentang korupsi, menentang ketidakadilan terhadap rakyat. Nyawa pun menjadi taruhan demi mencapai keadilan sosial.
Ketujuh, Pribadi yang sosialis atau dekat dengan rakyat. Sebelumnya penulis sudah mengatakan bahwa seorang pemimpin harus dekat dengan rakyat. Ia harus aktif dalam memberikan penerangan-penerangan atas kebijakan politiknya kepada rakyat. Misalnya, melakukan telepon interaktif langsung terhadap rakyat. Kedelapan, Pribadi yang bertanggungjawab. Kriteria ini adalah tanggungjawab sepenuhnya sang pemimpin. Ada masalah jangan diam namun segeralah melakukan tindakan yang tegas. Berapa jumlah masyarakat Indonesia sebanyak itulah yang harus dipertanggungjawabkan.
Kesembilan, Pribadi yang tegas. Hal ini meliputi keberanian. Tegas untuk memberikan sangsi dan memberikan penyelesaian masalah-masalah yang terjadi. Kesepuluh, Pribadi yang Sabar. Sabar bukan berarti mengiyakan setiap keinginan para politikus. Dan kesebelas, Pribadi yang mau belajar untuk setiap konflik yang terjadi. Keduabelas, Pribadi yang humor. Nah, ini adalah kriteria yang terakhir. Bukan berarti menjadi pemimpin yang pelawak. Hal ini diperlukan untuk seorang pemimpin. Supaya mencairkan suasana diantara para politikus.
Satu fungsi yang penting dalam kepemimpinan adalah mendamaikan, yaitu kemampuan untuk menemukan titik persesuaian antara dua pandangan yang bertentangan, lalu mengajak kedua pihak untuk menerimanya. Sehingga akan lahir figur-figur yang muncul sebagai pemimpin yang ideal demi bangsa dan Negara dan pemimpin yang berjiwa patriot.